Menghargai pendapat, sederhan dan ikhlas

 

Materi PAI kelas 5 SD

Menghargai pendapat, sederhan dan ikhlas

Menghargai pendapat

Perbedaan pendapat adalah hal yang biasa dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Perbedaan pendapat bisa terjadi antara ayah dan ibu, kakak dan adik, dan sesama teman. Bahkan para nabi pun seperti Nabi Daud AS dan Nabi Sulaiman AS berbeda pendapat. Namun jika perbedaan pendapat itu dapat disikapi dengan bijaksana dan diselesaikan dengan cara yang benar seperti yang dilakukan Nabi Daud AS dan Nabi Sulaiman AS maka perbedaan benang itu terselesaikan dengan baik.

Perbedaan pendapat yang tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat menimbulkan permasalahan baru yang bisa menyebabkan permusuhan dan perkelahian. Permusuhan dan perkelahian tersebut bisa menyebabkan perpecahan dan memutuskan tali silaturahmi. Jika tali silaturahmi sudah terputus maka hubungan persaudaraan pun akan semakin renggang.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam adalah sosok teladan dalam hal menghargai pendapat. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak mencela salah satu di antara orang yang berbeda pendapat. Rasulullah memberikan jalan keluar dan solusi yang baik serta adil. Seperti ketika ada perbedaan pendapat antara Umar Bin Khattab dan Hasyim ketika membaca surat Alquran dengan bacaan yang berbeda. Rasulullah memberikan jawaban yang bijaksana. Beliau membenarkan keduanya dan mengatakan : “Begitulah Alquran diturunkan maka bacalah Apa yang kau anggap mudah daripadanya.”

Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga telah mengisyaratkan agar mengikuti apa yang paling baik jika ada perbedaan pendapat.

Quran surat az-zumar surat 39 ayat 18

الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ اَحْسَنَهٗ ۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ هَدٰىهُمُ اللّٰهُ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمْ اُولُوا الْاَلْبَابِ - ١٨

(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat.

 

Dalam tradisi ulama Islam, perbedaan pendapat bukanlah hal yang baru. Tidak terhitung jumlahnya kitab-kitab yang ditulis ulama Islam yang disusun khusus untuk merangkum masalah perbedaan pendapat. Tetapi para ulama tidak saling mencaci, memaki, dan mencela, tetapi mereka saling melengkapi.

Hal tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Syafi'i sebagai bentuk penghormatan perbedaan kepada pihak lain, beliau mengatakan : “Pendapatmu benar tetapi memiliki kemungkinan untuk salah sementara pendapat orang lain salah tapi memiliki kemungkinan untuk benar.”

Perbedaan pendapat jika tidak disikapi dengan bijaksana akan menimbulkan perpecahan dan permusuhan. Oleh karena itu Islam memberikan tuntunan bagaimana harus bersikap ketika menghadapi perbedaan pendapat. Berikut adalah adab yang harusnya dimiliki oleh kaum muslimin ketika ada perbedaan pendapat:

1.      Melepaskan diri dari hawa nafsu serta ikhlas menerima keputusan.

2.      Tidak mencaci dan menjelekkan pendapat orang lain.

3.      Memberikan bantahan atas pendapat orang lain dengan perkataan yang baik dan santun.

4.      Jika berselisih tentang sesuatu hendaklah kita kembali kepada Alquran dan hadis.

5.      Mempertimbangkan tujuan dan dampak dari apa yang kita katakana.

Sederhana

Sederhana adalah sikap bersahaja, tidak berlebih-lebihan. Sederhana adalah salah satu dari sekian banyak sikap terpuji yang diajarkan dalam agama Islam. Sikap sederhana sangat baik jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh dari sikap sederhana adalah membelanjakan harta secara tidak berlebih-lebihan dan tidak membeli sesuatu dalam jumlah yang banyak padahal banyak barang tersebut belum tentu akan terpakai.

Terkait sederhana Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam Quran Surat al-furqan surat ke-25 ayat 67

وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا - ٦٧

Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar,

 

dan juga Quran surat ala'raf surah ke 7 ayat ayat 31

۞ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ ࣖ - ٣١

Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.

 

lawan dari hidup sederhana adalah hidup boros. Hidup boros adalah hidup yang membelanjakan harta secara berlebihan melebihi batas kepantasan seperti: membeli rumah, mobil, televise, makanan, pakaian yang berlebihan sehingga tidak terpakai semuanya; Mengeluarkan harta untuk hal yang tidak pantas seperti untuk maksiat, dan bermegah-megahan.

Selain dilarang hidup boros kita juga dilarang hidup kikir. kikir atau bakhil adalah sikap pelit, yaitu orang-orang yang enggan mengeluarkan hartanya baik untuk keperluan diri sendiri, keluarga, infak atau sedekah. Orang yang kikir merasa apabila mengeluarkan uang, maka harganya akan berkurang.

Setiap orang yang membiasakan hidup sederhana pasti akan banyak memperoleh hikmah antara lain:

1.      Akan dimuliakan dan dicintai Allah Subhanahu Wa Ta'ala

2.      Dijunjung derajatnya oleh Allah subhanahu wa ta'ala

3.      Semakin dicintai dan dihargai oleh sesama manusia

4.      Akan mendapatkan keberkahan dalam hidup

5.      Bisa meraih semua impian-impiannya yang ingin dicapai

6.      Harkat dan martabatnya akan semakin meningkat

7.      Bisa meraih semua impian hidup

 

Ikhlas

Ikhlas dalam arti bahasa adalah bersih, jernih, dan murni. Sementara itu, menurut istilah adalah beramal semata-mata mengharap ridho Allah subhanahu wa ta'ala. Sementara dalam bahasa umum kita yang dinamakan Ikhlas adalah berbuat tanpa pamrih hanya mengharapkan Ridha Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Sebagaimana firman Allah dalam Quran Surat Al al-bayyinah surat ke 98 ayat 5

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ - ٥

Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).

 

Diterimanya suatu amal ditentukan oleh 3 faktor yaitu :

1.     niat yang ikhlas

2.     beramal dengan sebaik-baiknya dan

3.     tidak menyebut-nyebut hasil amal baiknya.

dalam islam, niat merupakan hal yang sangat penting. Apa saja yang dilakukan oleh seorang muslim harus berdasarkan niat mencari ridho Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

 Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam pernah berwasiat kepada para sahabatnya, “Wahai saudaraku tercinta, perhatikanlah niat kalian sebelum melakukan sesuatu amalan, berniat baiklah maka kita akan mendapatkan pahala darinya.”

Faktor niat memang sangat menentukan diterima atau tidaknya amal seseorang. Meskipun amalnya terlihat baik dan bagus, namun bila niatnya tidak ikhlas maka itu akan sia-sia dan tidak berarti apa-apa dihadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Berikut adalah contoh ikhlas dalam kehidupan sehari-hari:

1.   Satu niat yang ikhlas

Dalam Islam niat merupakan hal yang sangat penting. Apa saja yang dilakukan oleh seorang muslim harus berdasarkan niat mencari Ridha Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Rasulullah bersabda :

dari Umar Bin Khattab Radiallahu anhu berkata : aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “Bahwasannya semua perbuatan itu tergantung dengan niatnya…” (Hadits Riwayat Muslim)

2.   beramal dengan sebaik-baiknya

niat yang jelas harus diikuti dengan amal yang sebaik-baiknya. Ketika seorang muslim mengaku ikhlas melakukan sesuatu maka ia harus membuktikannya dengan melakukan perbuatan itu dengan sebaik-baiknya. Perbuatan tersebut tidak boleh dilakukan sembarangan, asal jadi, apalagi acak-acakan. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala menyukai Bila seseorang beramal dia melakukannya dengan sebaik-baiknya.” (hadits riwayat Baihaqi)

3.   pemanfaatan hasil amal kebaikan

unsur ketiga dari hasil ikhlas berkaitan dengan pemanfaatan hasil yang diperoleh. Misalnya menuntut ilmu. Setelah seorang muslim berhasil melalui dua tahapan keikhlasan yaitu niat ikhlas karena Allah subhanahu wa ta'ala dan belajar dengan rajin, tekun, dan disiplin. Setelah seorang muslim berhasil mendapatkan ilmu, dia harus memanfaatkan ilmunya dengan baik dan benar.

ikhlas atau tidaknya seseorang beramal tidak ditentukan oleh ada atau tidak adanya imbalan materi yang didapatkan, tetapi ditentukan oleh kualitas amal dan pemanfaatan hasil. Seseorang yang berperilaku ikhlas tidak pernah sombong dengan keberhasilannya serta tidak berputus asa ketika sedang mendapatkan kegagalan. Tidak tidak lupa diri ketika menerima pujian dan tidak minder ketika dihina sebab dia berbuat semata-mata karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Ingatlah kisah Panglima Khalid bin Walid ketika diberhentikan dari jabatan panglima kemudian menjadi prajurit biasa. Penurunan jabatan tersebut tidak membuat sikap Khalid bin Walid berubah.

Dia mengatakan : “saya berperang bukan karena Umar tetapi karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala.” Bagi Khalid, tidak ada bedanya berperan sebagai seorang panglima dengan berperan sebagai seorang prajurit biasa. Masing-masing berjuang menurut fungsinya masing-masing serta mengharap keridhaan Allah subhanahu wa taala.

Sikap ikhlas dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama ketika melakukan sesuatu pekerjaan, seperti ikhlas membantu kedua orang tua membersihkan rumah, ikhlas membantu teman yang sedang membutuhkan, juga ikhlas ketika kita melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, menyukai dan menyayangi orang-orang yang berbuat dengan ikhlas.

Ikhlas sangat menentukan diterima atau tidaknya suatu amal perbuatan. Allah Subhanahu Wa Ta'ala memerintahkan untuk beribadah kepada-Nya dengan penuh keikhlasan dan beramal semata-mata karena-Nya. Perilaku ikhlas memberikan banyak manfaat bagi pelakunya antara lain :

a)   diterimanya amal perbuatan oleh Allah SWT.

b)  hidupnya jarang sekali merasa kecewa

c)    dilapangkan darinya masalah yang sedang menghimpitnya

d)  benteng dari godaan setan

Comments